Sebenarnya, sebagai individu kita perlu membuat batasan privasi. Menurut Burgoon (Purnamasari, 2016), privacy concern adalah sebuah kemampuan untuk membatasi akses fisik, interaksional, psikologis, informasi terhadap diri sendiri atau sekelompok orang. Remaja perlu mengetahui dan memiliki privacy concern dalam penggunaan media sosial untuk mengontrol dan memfilter informasi apa saja yang akan diungkapkan kepada publik dan aman untuk dirinya sebagai individu pengguna sosial media.
Informasi yang kita ungkapkan atau dikomunikasikan kepada orang
lain dalam hubungan interpersonal ini disebut self disclosure. Menurut Wheeless
& Grotz, self disclosure ini bervariasi dalam kesediaan mengungkapkan
informasi, jumlah informasi yang diungkap, kedalaman informasi yang
disampaikan, serta kejujuran dan keakuratan dalam pengungkapan. Pemahaman
terkait privacy concern ini jelas berpengaruh pada sejauh mana seseorang bisa
terbuka atau disclosure dengan orang lain. Fakta yang terjadi di lapangan,
rendahnya literasi digital membuat banyak remaja menjadi terlalu terbuka
terhadap informasi dan kehidupan pribadinya di sosial media, sehingga menambah
faktor resiko kejahatan cyber ini terjadi.
Kemajuan teknologi informasi dan media sosial memang memudahkan
aktivitas kita selama pandemi untuk berhubungan dengan orang lain yang berada
berjauhan. Namun, tidak jarang justru penggunaan internet dan media sosial ini
menjauhkan hubungan personal dengan orang-orang yang berada dalam satu rumah
yang dapat ditemui secara fisik. Beberapa remaja yang banyak mengalihkan
aktivitasnya secara online tanpa dampingan orang tua atau orang dewasa lain di
sekitarnya, pada akhirnya justru memiliki hubungan yang tidak berkualitas dan
minim kedekatan dengan orang-orang yang dekat secara fisik. Kemudian beberapa
dari mereka menjadi rentan dengan mencari kedekatan lain di luar keluarga atau
dengan orang asing di media sosial.
Ketika dirasa nyaman menjalin hubungan dengan orang asing bahkan
yang tidak mereka kenali secara fisik seutuhnya, para remaja ini bisa dengan
mudah dan percaya memberikan informasi-informasi pribadinya kepada orang asing
tersebut, dari mulai data demografi hingga foto atau video pribadi. Jika itu
jatuh pada tangan yang salah atau ditangan pelaku kekerasan seksual berbasis
cyber, informasi-informasi pribadi tersebut dapat digunakan sebagai media atau
alat untuk mengancam korban. Tentu hal-hal seperti itu menjadi sangat memprihatinkan.
Berdasarkan pengalaman pendampingan yang dilakukan Rifka Annisa
pada remaja, seringkali remaja mengungkap banyak informasi pribadinya melakui
media sosial sebagai bentuk pengalihan dari rasa bosan, kebutuhan untuk
menunjukkan eksistensi diri, atau mencari teman bercerita atas kebutuhan afeksi
yang dirasakan. Remaja bisa secara terbuka menceritakan hal-hal pribadinya
tanpa mengetahui dampak dan resiko dari pengungkapan informasi yang
dilakukannya tersebut. Cara berpikir tanpa mempertimbangkan konsekuensi atas
setiap informasi yang telah disampaikan ke media sosial ini berbanding lurus
dengan nihilnya pengetahuan remaja tentang keamanan dirinya di era digital.
Hilangnya batas privasi dan menjadi terlalu terbuka di media
sosial ini kerap menimbulkan konsekuensi negatif untuk remaja. Kemudahan akses
sosial media ini juga menyebabkan banyak remaja menjadi impulsif atau memiliki
dorongan untuk melakukan suatu tindakan tanpa memikirkan konsekuensinya
terlebih dahulu, dengan cepat dan tiba-tiba mengikuti suasana hati. Dalam
bahasa jawa biasanya kita sebut dengan “sak deg – sak nyet”.
Sebagai orang dewasa kita perlu untuk memahami dan menyampaikan
batas-batas digital kepada remaja. Yaitu, (1) Informasi apa saja yang aman dan
tidak aman untuk dishare ke media sosial; (2) Memahami apa yang sebenarnya
remaja butuhkan di sosial media; (3) Bagaimana menolak jika ada seseorang ingin
meminta informasi pribadi kepada kita yang membuat kita tidak nyaman; (4)
Bagaimana cara melaporkan akun yang menggunakan informasi pribadi kita tanpa
seiizin kita. Setiap media memiliki cara yang berbeda-beda; (5) Membatasi
update lokasi tempat-tempat mana saja yang telah kita kunjungi. Bisa dengan
mematikan setting lokasi di smartphone; (6) Mengatur setting privasi siapa saja
yang bisa menandai dan mengikuti kita di sosial media; (7) Salah satu yang
penting adalah bagaimana mengakses bantuan atau mengetahui lembaga apa yang
bisa menolong kita jika kita mengalami kekerasan berbasis gender online (KBGO);
(8) Jika ingin lebih aman, upload foto tanpa menunjukkan lokasi atau jika ingin
menunjukkan lokasi setidaknya kita upload saat kita sudah berpindah dan tidak
berada di tempat tersebut.
Kesadaran atas keamanan literasi digital memang perlu ditumbuhkan,
dan juga dirawat dengan update informasi-informasi terbaru mengenai
perkembangan dunia internet, informasi dan teknologi. Selain itu hal yang
terpenting lainnya adalah menyadari dan membuat batas bahwa kita perlu menjaga
privasi diri sendiri, serta memilih informasi apa saja yang aman untuk diungkapkan
ke media sosial.
Sumber berita : https://opini.harianjogja.com/read/2020/09/12/543/1049599/opini-privasi-dan-pengungkapan-diri-remaja-di-media-sosial-bagian-ii
Setelah membaca berita di atas , diskusikan dengan kelompokmu, kemudian jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Sebutkan minimal 5 faedah yang kamu dapatkan setelah membaca artikel di atas!
2. Sebutkan dampak positif dengan adanya media sosial bagi kehidupan manusia, khususnya di kalangan remaja!
3. Sebutkan dampak negatif dari media sosial yang kamu ketahui!
4. Sebutkan cara mencegah dampak negatif yang disebutkan pada nomor 3!
5. Apakah kalian mempunyai pengalaman pribadi yang tidak menyenangkan berkaitan dengan penggunaan media sosial, dan solusi apa yang sudah kamu lakukan?
0 komentar:
Posting Komentar